Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Anggaran Dasar
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
(Ketetapan Nomor: II/TAP/Mahasabha XII/2021)
ANGGARAN DASAR
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
MURDHA CITTA
Bahwa Hyang Widhi Wasa telah mewahyukan Weda guna menuntun dan membimbing umat manusia untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin (jagadhita) dalam rangka mewujudkan puncak jati dirinya serta mencapai kebahagiaan yang kekal abadi (moksa).
Bahwa pustaka suci Weda adalah sumber Dharma yang menuntun umat manusia menempuh hidup guna mencapai jagadhita sampai kepada pembebasan menuju moksa, melalui pengamalan sraddha dan mewujudkan bhakti.
Bahwa alam semesta adalah wujud kemahakuasaan-Nya dan umat manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari kesemestaan, maka Dharma dalam segala aspek kehidupan adalah wujud bhakti yang memupuk rasa cintakasih kepada sesama manusia dan alam lingkungan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bahwa atas asung kerta waranugraha Hyang Widhi Wasa, didorong oleh keinginan luhur dan tulus, serta tanggung jawab untuk melayani umat dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera, damai, dan harmonis yang dilandasi oleh kesadaran spiritual, maka dengan ini umat Hindu berketetapan hati membentuk organisasi Majelis Tertinggi Agama Hindu di Indonesia sebagai wahana pengabdian; dengan suatu Anggaran Dasar yang merupakan Marga Citta.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Anggaran Dasar ini yang dimaksud dengan:
(1) Parisada Hindu Dharma Indonesia adalah Majelis Tertinggi Agama Hindu Indonesia yang anggotanya ditentukan atas dasar keyakinan beragama berasaskan Panca Sradha dengan tiga kerangka dasar Agama Hindu yaitu: Tattwa, Susila, dan Acara.
(2) Pustaka Suci Weda adalah Catur Weda Sruti dan Smrti.
(3) Susastra (Nibanda) adalah ajaran-ajaran yang tertuang dalam kitab kitab sastra yang lahir di Nusantara yang mengandung saripati Weda.
(4) Panca Sradha adalah lima dasar keyakinan/kepercayaan dalam Agama Hindu yaitu percaya dengan adanya: Brahman, Atman, Karmaphala, Punarbhawa, dan Moksa.
(5) Hindu Dharma Indonesia adalah Agama Hindu yang dilembagakan oleh para penganutnya yang berdasarkan Panca Sraddha dan tiga kerangka dasar Agama Hindu.
(6) Budaya Nusantara adalah budaya yang diakui sebagai identitas nasional nusantara dan sebagai perwujudan cipta, karya, dan karsa bangsa, serta merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa.
(7) Bebas aktif dan Independen adalah berdiri sendiri dan tidak terikat baik langsung ataupun tidak langsung dengan lembaga, badan, dan organisasi manapun yang berada di dalam dan luar negeri.
(8) Adat istiadat adalah tata laku yang turun-temurun dari generasi ke generasi sebagai warisan suatu bangsa yang terintegrasi dalam pola perilaku masyarakat.
(9) Bhisama adalah keputusan Sabha Pandita yang memiliki kekuatan mengikat yang mengacu kepada hukum-hukum agama dalam susastra/teks/sruti sehingga seluruh penjelasan, pelaksanaan, dan kebijakan dari sebuah bhisama dapat mengatasi berbagai isu yang muncul dalam masyarakat dan menjadi petunjuk untuk dapat merujuk pada susastera tersebut agar dapat dijalankan secara bersama-sama.
(10) Masa bhakti adalah periode kepengurusan Parisada di semua tingkatan terhitung sejak tanggal ditetapkan dalam Mahasabha/Lokasabha/Pesamuan Alit sampai dinyatakan demisioner dalam Mahasabha/Lokasabha/Pesamuan Alit berikutnya.
BAB II
NAMA, SIFAT, BENTUK DAN KEDUDUKAN
Pasal 2
Organisasi ini bernama Parisada Hindu Dharma Indonesia didirikan di Denpasar, Bali, pada hari Soma Wage Julungwangi, Purnama Palguna Masa, Saka Warsa seribu delapan ratus delapan puluh (Saka 1880) yang bertepatan dengan hari Senin tanggal dua puluh tiga bulan Februari tahun seribu sembilan ratus lima puluh sembilan (23 Februari 1959), untuk waktu yang tidak ditentukan.
Pasal 3
Parisada Hindu Dharma Indonesia adalah Majelis Tertinggi Agama Hindu di Indonesia, bersifat keagamaan dan independen.
Pasal 4
(1) Parisada Hindu Dharma Indonesia adalah Organisasi Kemasyarakatan berbentuk Badan Hukum Perkumpulan.
(2) Bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan jiwa Parisada Hindu Dharma Indonesia sebagai Majelis Tertinggi Agama Hindu yang berkewajiban melindungi, mengayomi, dan membina umat Hindu Dharma Indonesia.
Pasal 5
Parisada Hindu Dharma Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
BAB III
ASAS
Pasal 6
(1) Parisada Hindu Dharma Indonesia berasaskan Panca Sradha yang bersumber pada spirit dan nilai-nilai pustaka suci Weda serta susastra Weda.
(2) Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Parisada Hindu Dharma Indonesia berasaskan Pancasila.
BAB IV
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
Pasal 7
Visi Parisada Hindu Dharma Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Hindu Dharma Indonesia yang sejahtera dan bahagia (jagadhita dan moksa) bersumber dari pustaka suci Weda serta susastra Weda.
Pasal 8
Parisada Hindu Dharma Indonesia mengemban Misi sebagai berikut:
a. Meningkatnya perilaku dalam pelaksanaan Tattwa (hakikat/filsafat), Susila (etika), dan Acara (upacara yadnya) Hindu dalam kehidupan beragama yang sesuai dengan asas Hindu Dharma Indonesia;
b. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk membangun sumberdaya manusia yang maju, unggul, mandiri, berbudaya berdasarkan Dharma;
c. Tumbuhkembangnya wawasan, solidaritas, dan keharmonisan internal dan eksternal;
d. Lestarinya nilai-nilai budaya Hindu Dharma berdasarkan Weda; dan
e. Terlaksananya upacara dan upakara keagamaan sesuai dengan Weda, tradisi, adat istiadat, dan budaya Indonesia disesuaikan dengan kemampuan umat Hindu.
Pasal 9
Parisada Hindu Dharma Indonesia bertujuan untuk:
a. Mewujudkan masyarakat Hindu dengan keyakinan, komitmen, dan kesetiaan yang tinggi terhadap ajaran Agama Hindu;
b. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan;
c. Meningkatkan penghayatan dan pengamalan Dharma Agama dan Dharma Negara;
d. Mewujudkan kerukunan dan kesejahteraan sosial; dan
e. Menghargai, melestarikan, dan mengembangkan nilai-nilai budaya lokal Hindu Dharma Indonesia.
Pasal 10
Parisada Hindu Dharma Indonesia memiliki sasaran yang ingin dicapai sebagai berikut:
a. Terjaganya keutuhan masyarakat Hindu Dharma Indonesia dengan menjalankan ajaran agama Hindu berdasarkan Weda, tradisi, adat-istiadat, dan kearifan budaya lokal di Indonesia;
b. Terwujudnya masyarakat Hindu Dharma Indonesia yang berkualitas serta memiliki sraddha dan bhakti yang diaktualisasikan dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat;
c. Terwujudnya masyarakat Hindu Dharma Indonesia yang proaktif dalam menjalankan hak dan kewajibannya dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
d. Terwujudnya masyarakat Hindu Dharma Indonesia yang cerdas dan berkarakter; dan
e. Terwujudnya masyarakat Hindu Dharma Indonesia yang harmonis dan sejahtera lahir batin.
BAB V
TUGAS DAN FUNGSI
Pasal 11
Tugas Parisada Hindu Dharma Indonesia adalah:
a. Membina dan melayani umat Hindu Dharma Indonesia dalam meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran suci Weda dan susastra Weda;
b. Meningkatkan pengabdian dan peran umat Hindu dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
c. Memelihara dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang mendorong terwujudnya sikap dan perilaku yang bertanggungjawab, peduli, rukun, dan harmonis di lingkungan internal, antar umat beragama, dan dengan pemerintah;
d. Memelihara dan menguatkan kerjasama dengan setiap organisasi, badan, lembaga, dan institusi yang bergerak dalam bidang keagamaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan; yang berlingkup nasional dan internasional; dan
e. Melakukan redefinisi, reinterpretasi, dan reaktualisasi pemahaman ajaran suci Weda dan susastra Weda.
Pasal 12
Fungsi Parisada Hindu Dharma Indonesia adalah:
a. Menetapkan bhisama;
b. Mengambil keputusan di bidang keagamaan dalam hal terdapat perbedaan pemahaman ajaran-ajaran agama dan/atau dalam hal terdapat keragu-raguan mengenai masalah tersebut;
c. Memasyarakatkan ajaran Weda dan susastra Weda, bhisama, dan keputusan-keputusan Parisada Hindu Dharma Indonesia; dan
d. Menjadi inspirator, motivator, inisiator, dinamisator, regulator, mediator, dan stabilisator yang berkaitan dengan eksistensi umat Hindu Dharma Indonesia.
BAB VI
SUSUNAN PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
Pasal 13
(1) Susunan Parisada Hindu Dharma Indonesia disesuaikan dengan susunan wilayah administrasi pemerintahan Republik Indonesia.
(2) Susunan Parisada Hindu Dharma Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat dan Parisada Hindu Dharma Indonesia Daerah.
(3) Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat merupakan susunan tertinggi dalam organisasi Parisada Hindu Dharma Indonesia.
(4) Parisada Hindu Dharma Indonesia Daerah terdiri atas:
a. Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi yang kedudukannya berada di bawah Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat;
b. Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten/Kota yang kedudukannya berada di bawah Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi;
c. Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan yang kedudukannya berada di bawah Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten/Kota; dan
d. Parisada Hindu Dharma Indonesia Desa/Kelurahan yang kedudukannya berada di bawah Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan.
BAB VII
STRUKTUR, FUNGSI, DAN WEWENANG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT
Pasal 14
Struktur Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat terdiri atas:
a. Sabha Pandita;
b. Sabha Walaka; dan
c. Pengurus Harian.
Pasal 15
Sabha Pandita adalah organ tertinggi dalam Parisada.
Pasal 16
(1) Fungsi Sabha Pandita adalah menindaklanjuti Ketetapan Mahasabha dan bhisama.
(2) Wewenang Sabha Pandita adalah:
a. Menetapkan bhisama;
b. Membuat Ketetapan/Keputusan dalam hal terdapat perbedaan pemahaman dan penafsiran terhadap pustaka suci Weda dan susastra Weda;
c. Membuat Ketetapan/Keputusan di bidang keagamaan terkait dengan masalah-masalah aktual;
d. Menyebarluaskan/mendiseminasikan Ketetapan Mahasabha, Bhisama, Keputusan Pesamuhan Agung, dan Keputusan Sabha Pandita;
e. Menghadiri acara resmi kenegaraan dan keagamaan yang bersifat seremonial;
f. Menugaskan Sabha Walaka melakukan kajian;
g. Memberi arahan kepada Pengurus Harian dan Sabha Walaka;
h. Meminta laporan dari Pengurus Harian tentang diseminasi dan pelaksanaan Bhisama dan Ketetapan/Keputusan Sabha Pandita lainnya; dan
i. Mengambil tindakan bila terjadi pelanggaran AD ART oleh Anggota Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia dan Paruman Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia satu tingkat di bawahnya melalui Pesamuhan Sabha Pandita.
(3) Sabha Pandita bertanggung jawab kepada Mahasabha.
Pasal 17
Dalam melaksanakan wewenangnya, Sabha Pandita senantiasa menggunakan Agama Pramana, Anumana Pramana, dan Pratyaksa Pramana serta berpegang teguh pada sumber hukum Hindu, yaitu:
a. Sruti (Weda);
b. Smerti (Dharmasastra);
c. Sila (suri tauladan orang suci);
d. Acara (tradisi yang baik); dan
e. Atmanastusti (kesepahaman dan keheningan hati).
Pasal 18
(1) Fungsi Sabha Walaka adalah menindaklanjuti Ketetapan Mahasabha dan memberi masukan maupun hasil kajian kepada Sabha Pandita dan Pengurus Harian.
(2) Wewenang Sabha Walaka adalah:
a. Melakukan kajian dalam menyiapkan bahan-bahan Pesamuhan Sabha Pandita, Pesamuhan Agung, dan Mahasabha;
b. Menyampaikan perkembangan aktual dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan kepada Sabha Pandita dan Pengurus Harian;
c. Memberi pandangan dan pertimbangan kepada Pengurus Harian;
d. Menyebarluaskan/Mendiseminasikan Ketetapan Mahasabha, Bhisama, Keputusan Pesamuhan Agung, dan Keputusan Sabha Pandita;
e. Melaksanakan Ketetapan Mahasabha dan Pesamuhan Agung; dan
f. Mengambil tindakan bila terjadi pelanggaran AD/ART oleh Anggota Sabha Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia dan Anggota Paruman Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia satu tingkat di bawahnya melalui Pesamuhan Sabha Walaka.
(3) Sabha Walaka bertanggungjawab kepada Mahasabha.
Pasal 19
(1) Fungsi Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat adalah menindaklanjuti Ketetapan Mahasabha, Bhisama, Keputusan Pesamuhan Agung, Keputusan Sabha Pandita, dan Keputusan lainnya.
(2) Wewenang Pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat adalah:
a. Memimpin pengelolaan Parisada Hindu Dharma Indonesia;
b. Melaksanakan Ketetapan Mahasabha, Bhisama, Keputusan Pesamuhan Agung, Keputusan Sabha Pandita, dan Keputusan organisasi lainnya;
c. Menyebarluaskan/mendiseminasikan Ketetapan Mahasabha, Bhisama, Keputusan Pesamuhan Agung, Keputusan Sabha Pandita, dan Keputusan lainnya;
d. Mempersiapkan dan menyelenggarakan Sabha Parisada Hindu Dharma Indonesia tingkat pusat;
e. Memfasilitasi kegiatan Sabha Pandita dan Sabha Walaka;
f. Menghadiri Lokasabha Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi;
g. Mengesahkan Kepengurusan Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi hasil Lokasabha yang dilaksanakan sesuai ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Parisada Hindu Dharma Indonesia;
h. Menolak pengesahan Kepengurusan Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi hasil Lokasabha yang dilaksanakan tidak sesuai ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Parisada Hindu Dharma Indonesia;
i. Mengesahkan Pergantian Antar Waktu (PAW) Pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi;
j. Mengambil keputusan yang bersifat operasional dalam melaksanakan kebijakan Parisada Hindu Dharma Indonesia;
k. Mengambil tindakan bila terjadi pelanggaran AD/ART oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat dan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia satu tingkat di bawahnya melalui Rapat Pleno Pengurus Harian;
l. Membuat Peraturan Organisasi; dan
m. Mewakili Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat di hadapan hukum dan peradilan.
(3) Dalam hal terjadi sesuatu yang membahayakan atau mengancam persatuan, kesatuan dan eksistensi Hindu, Ketua Umum Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat dapat mengambil keputusan terukur dalam keadaan mendesak (diskresi) setelah mendapat arahan dan masukan dari Dharma Adhyaksa dan Ketua Sabha Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat.
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud ayat 3 (tiga) harus dilaporkan pada Pesamuhan Agung dan dipertanggungjawabkan pada Mahasabha.
(5) Pengurus Harian bertanggung jawab kepada Mahasabha.
BAB VIII
STRUKTUR, FUNGSI, DAN WEWENANG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA DAERAH
Pasal 20
Struktur Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Paruman Pandita;
b. Paruman Walaka; dan
c. Pengurus Harian.
Pasal 21
(1) Fungsi Paruman Pandita adalah sebagai penasihat Pengurus Harian dalam mengimplementasikan Bhisama dan Keputusan Parisada Hindu Dharma Indonesia dalam bidang keagamaan.
(2) Tugas dan wewenang Paruman Pandita adalah:
a. Memberi pertimbangan, saran, dan nasehat kepada Pengurus Harian dan Paruman Walaka;
b. Mengambil keputusan yang mengacu pada Ketetapan Mahasabha, Pesamuhan Agung, Bhisama, dan Keputusan lain Sabha Pandita, dalam hal terjadi perbedaan pemahaman terhadap Ajaran suci Weda dan susastra Weda di daerah yang bersangkutan;
c. Menyebarluaskan/mendiseminasikan Ketetapan Mahasabha, Keputusan Pesamuhan Agung, Bhisama, Keputusan Sabha Pandita, Ketetapan Lokasabha, dan Pesamuhan Madya;
d. Mengusulkan dan memohon pengesahan Pergantian Antar Waktu (PAW) Pengurus Paruman Pandita kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia satu tingkat di atasnya; dan
e. Mengambil tindakan bila terjadi pelanggaran AD/ART oleh Anggota Paruman Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia satu tingkat di bawahnya;
(3) Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf e, diputuskan dalam Rapat Paruman Pandita, dan Pesamuhan Madya.
(4) Paruman Pandita bertangggungjawab kepada Lokasabha.
Pasal 22
(1) Fungsi Paruman Walaka adalah sebagai penasihat Pengurus Harian dalam mengimplementasikan Keputusan Parisada Hindu Dharma Indonesia dalam bidang kemasyarakatan.
(2) Tugas dan wewenang Paruman Walaka adalah:
a. Memberi saran dan pertimbangan kepada Paruman Pandita dan Pengurus Harian;
b. Menyebarluaskan/mendiseminasikan Ketetapan Mahasabha, Keputusan Pesamuhan Agung, Bhisama, Keputusan Sabha Pandita, Ketetapan Lokasabha, dan Keputusan Pesamuhan Madya;
c. Mengusulkan dan memohon pengesahan Pergantian Antar Waktu (PAW) Pengurus Paruman Walaka kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia satu tingkat di atasnya; dan
d. Mengambil tindakan bila terjadi pelanggaran AD/ART oleh Anggota Paruman Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia satu tingkat di bawahnya melalui Rapat Paruman Walaka.
(3) Paruman Walaka bertangggung jawab kepada Lokasabha.
Pasal 23
(1) Fungsi Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota, adalah sebagai pelaksana program-program Parisada Hindu Dharma Indonesia di daerah.
(2) Wewenang Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah:
a. Memimpin pengelolaan Parisada Hindu Dharma Indonesia di daerahnya;
b. Melaksanakan dan menindaklanjuti Ketetapan Mahasabha, Bhisama, Keputusan Pesamuhan Agung, Ketetapan Lokasabha, Keputusan Pesamuhan Madya, dan Keputusan lainnya;
c. Menyebarluaskan/mendiseminasikan Ketetapan Mahasabha, Bhisama, Keputusan Pesamuhan Agung, Ketetapan Lokasabha, Keputusan Pesamuhan Madya, dan Keputusan lainnya;
d. Mempersiapkan dan menyelenggarakan Sabha Parisada Hindu Dharma Indonesia di daerahnya;
e. Menghadiri Lokasabha/Pesamuan Alit Parisada Hindu Dharma Indonesia yang berkedudukan 1 (satu) tingkat di bawahnya;
f. Mengesahkan Kepengurusan Parisada Hindu Dharma Indonesia yang berkedudukan 1 (satu) tingkat di bawahnya, hasil Lokasabha/Pesamuhan Alit yang dilaksanakan sesuai ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Parisada Hindu Dharma Indonesia;
g. Menolak Kepengurusan Parisada Hindu Dharma Indonesia yang berkedudukan 1 (satu) tingkat di bawahnya, hasil Lokasabha/Pesamuhan Alit yang dilaksanakan tidak sesuai ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Parisada Hindu Dharma Indonesia;
h. Mengesahkan Penggantian Antar Waktu (PAW) Pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia satu tingkat di bawahnya;
i. Mengambil keputusan yang bersifat operasional dalam melaksanakan kebijakan Parisada Hindu Dharma Indonesia di daerahnya;
j. Memberikan dukungan dan memfasilitasi kegiatan umat Hindu Dharma Indonesia guna pengembangan kehidupan sosial masyarakat;
k. Menyampaikan laporan berkala kepada Parisada Hindu Dharma Indonesia 1 (satu) tingkat di atasnya, sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun;
l. Mewakili Parisada Hindu Dharma Indonesia daerahnya di hadapan hukum dan peradilan;
m. Mengoptimalisasi peran pandita, pinandita, dan walaka di daerah; dan
n. Mengambil tindakan bila terjadi pelanggaran Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga oleh Anggota Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia satu tingkat di bawahnya.
(3) Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Lokasabha.
Pasal 24
Struktur Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan adalah Pengurus Harian.
Pasal 25
(1) Fungsi Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan adalah sebagai pelaksana program-program Parisada Hindu Dharma Indonesia di wilayahnya.
(2) Wewenang Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan adalah:
a. Memimpin pengelolaan Parisada Hindu Dharma Indonesia di wilayahnya;
b. Melaksanakan dan menindaklanjuti Ketetapan Mahasabha, Bhisama, Keputusan Pesamuhan Agung, Ketetapan Lokasabha, Keputusan Pesamuhan Madya, Keputusan Pesamuhan Alit, dan Keputusan lainnya;
c. Menyebarluaskan/mendiseminasikan Ketetapan Mahasabha, Bhisama, Keputusan Pesamuhan Agung, Ketetapan Lokasabha, Keputusan Pesamuhan Madya, Keputusan Pesamuhan Alit, dan Keputusan lainnya;
d. Mempersiapkan dan menyelenggarakan Pesamuhan Alit;
e. Menghadiri Pesamuhan Alit Parisada Hindu Dharma Indonesia Desa/Kelurahan;
f. Mengesahkan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Desa/Kelurahan, hasil Pesamuhan Alit yang dilaksanakan sesuai ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
g. Menolak Kepengurusan Parisada Hindu Dharma Indonesia Desa/Kelurahan, hasil Pesamuhan Alit yang dilaksanakan tidak sesuai ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Parisada Hindu Dharma Indonesia;
h. Mengesahkan Penggantian Antar Waktu (PAW) Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia desa/kelurahan;
i. Mengambil keputusan yang bersifat operasional dalam melaksanakan kebijakan Parisada Hindu Dharma Indonesia di wilayahnya;
j. Memberikan dukungan dan memfasilitasi kegiatan umat Hindu Dharma Indonesia guna pengembangan kehidupan sosial masyarakat di wilayahnya;
k. Menyampaikan laporan berkala kepada pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten/Kota, sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun;
l. Mewakili Parisada Hindu Dharma Indonesia wilayahnya di hadapan hukum dan peradilan; dan
m. Mengambil tindakan bila terjadi pelanggaran Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga oleh Anggota Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Desa/Kelurahan.
(3) Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan bertanggungjawab kepada Pesamuhan Alit.
Pasal 26
Struktur Parisada Hindu Dharma Indonesia Desa/Kelurahan adalah Pengurus Harian.
Pasal 27
(1) Fungsi Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Desa/Kelurahan adalah sebagai pelaksana program-program Parisada Hindu Dharma Indonesia di wilayahnya.
(2) Wewenang Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Desa/Kelurahan adalah:
a. Memimpin pengelolaan Parisada Hindu Dharma Indonesia di wilayahnya;
b. Melaksanakan dan menindaklanjuti Ketetapan Mahasabha, Bhisama, Keputusan Pesamuhan Agung, Ketetapan Lokasabha, Keputusan Pesamuhan Madya, Keputusan Pesamuhan Alit, dan Keputusan Parisada lainnya;
c. Menyebarluaskan/mendiseminasikan Ketetapan Mahasabha, Bhisama, Keputusan Pesamuhan Agung, Ketetapan Lokasabha, Keputusan Pesamuhan Madya, Keputusan Pesamuhan Alit, dan Keputusan lainnya;
d. Mempersiapkan dan menyelenggarakan Pesamuhan Alit;
e. Mengambil keputusan yang bersifat operasional dalam melaksanakan kebijakan Parisada Hindu Dharma Indonesia di wilayahnya;
f. Memberikan dukungan dan memfasilitasi kegiatan umat Hindu guna pengembangan kehidupan sosial masyarakat di wilayahnya;
g. Mengusulkan dan memohon pengesahan Penggantian Antar Waktu (PAW) kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia satu tingkat di atasnya;
h. Menyampaikan laporan berkala kepada pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan, sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun; dan
i. Mewakili Parisada Hindu Dharma Indonesia wilayahnya di hadapan hukum dan peradilan.
(3) Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Desa/Kelurahan bertanggung jawab kepada Pesamuhan Alit.
BAB IX
RANGKAP JABATAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU
Pasal 28
(1) Pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia dilarang menjabat lebih dari 1 (satu) jabatan di dalam Struktur Parisada Hindu Dharma Indonesia pada semua tingkatan.
(2) Pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia tidak dilarang menjadi Pengurus Organisasi lain sepanjang tidak bertentangan dengan asas Parisada Hindu Dharma Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
(3) Pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia (Ketua, Sekretaris, dan Bendahara) dilarang menjadi Pengurus Partai Politik.
Pasal 29
(1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan pada Pimpinan dan Anggota Sabha Pandita selain Dharma Adhyaksa, maka selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan Sabha Pandita mengadakan Rapat Sabha Pandita untuk menetapkan/mengesahkan penggantinya dan dilaporkan dalam Pesamuhan Agung.
(2) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Pimpinan dan Anggota Sabha Walaka selain Ketua Sabha Walaka maka selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan Sabha Walaka melaksanakan Rapat Sabha Walaka untuk menetapkan/mengesahkan penggantinya dan dilaporkan dalam Pesamuhan Agung.
(3) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Pengurus Harian Pusat selain Ketua Umum Pengurus Harian maka selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan Pengurus Harian Pusat melaksanakan Rapat Pengurus Harian untuk menetapkan/mengesahkan penggantinya dan dilaporkan dalam Pesamuhan Agung.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan pada Dharma Adhyaksa, dan/atau Ketua Sabha Walaka, dan/atau Ketua Umum Pengurus Harian maka selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan masing-masing struktur yang terjadi kekosongan jabatan melaksanakan Rapat untuk menetapkan pejabat sementara (Pjs) sampai dilaksanakannya Mahasabha Luar Biasa.
(5) Dalam hal kekosongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatas, terjadi kurang dari 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya masa bhakti, maka selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan masing-masing struktur yang terjadi kekosongan jabatan melaksanakan Rapat untuk menetapkan pejabat sementara (Pjs) sampai dilaksanakannya Mahasabha.
(6) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan pada Pimpinan dan Anggota Paruman Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi/Kabupaten/Kota selain Dharma Upapathi, maka selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan Paruman Pandita mengadakan Rapat Paruman Pandita untuk menetapkan/mengesahkan penggantinya dan dilaporkan dalam Pesamuhan Madya.
(7) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Pimpinan dan Anggota Paruman Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi/Kabupaten/Kota selain Ketua Paruman Walaka, maka selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan Paruman Walaka melaksanakan Rapat Paruman Walaka untuk menetapkan/mengesahkan penggantinya dan dilaporkan dalam Pesamuhan Madya.
(8) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Pengurus Harian Provinsi/Kabupaten/Kota selain Ketua Pengurus Harian maka selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan Pengurus Harian melaksanakan Rapat Pengurus Harian untuk menetapkan/mengesahkan penggantinya dan dilaporkan dalam Pesamuhan Madya.
(9) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan pada Dharma Upapathi dan/atau Ketua Paruman Walaka dan/atau Ketua Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi/Kabupaten/Kota, maka selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan masing-masing struktur yang terjadi kekosongan jabatan melaksanakan Rapat untuk menetapkan pejabat sementara (Pjs) sampai dilaksanakannya Lokasabha Luar Biasa.
(10) Dalam hal kekosongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diatas, terjadi kurang dari 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya masa bhakti, maka selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan masing-masing struktur yang terjadi kekosongan jabatan melaksanakan Rapat untuk menetapkan pejabat sementara (Pjs) sampai dilaksanakannya Lokasabha.
(11) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Pengurus Harian Kecamatan/Desa/Kelurahan selain Ketua Pengurus Harian maka selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan Pengurus Harian melaksanakan Rapat Pengurus Harian untuk menetapkan/mengesahkan penggantinya dan dilaporkan dalam Pesamuhan Alit.
(12) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan pada Ketua Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan/Desa/Kelurahan, maka selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan melaksanakan Rapat untuk menetapkan pejabat sementara (Pjs) sampai dilaksanakannya Pesamuhan Alit.
BAB X
SABHA PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
Pasal 30
(1) Sabha Parisada Hindu Dharma Indonesia tingkat pusat terdiri atas:
a. Mahasabha;
b. Pesamuhan Agung;
c. Pesamuhan Sabha Pandita;
d. Rapat Sabha Pandita;
e. Pesamuhan Sabha Walaka;
f. Rapat Sabha Walaka;
g. Rapat Koordinasi Nasional Pengurus Harian; dan
h. Rapat Pleno Pengurus Harian.
(2) Sabha Parisada Hindu Dharma Indonesia tingkat daerah terdiri atas:
a. Lokasabha Provinsi atau Kabupaten/Kota;
b. Pesamuhan Madya Provinsi atau Kabupaten/Kota;
c. Rapat Paruman Pandita;
d. Rapat Paruman Walaka;
e. Rapat Pleno Pengurus Harian Provinsi atau Kabupaten/Kota;
f. Pesamuhan Alit Kecamatan atau Desa/Kelurahan; dan
g. Rapat Pleno Pengurus Harian Kecamatan atau Desa/Kelurahan.
(3) Sabha Parisada Hindu Dharma Indonesia dapat dilakukan secara tatap muka langsung dan/atau secara virtual.
Pasal 31
(1) Mahasabha adalah pemegang kekuasaan tertinggi Parisada Hindu Dharma Indonesia, diselenggarakan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Mahasabha dilakukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan dari berakhirnya masa bhakti kepengurusan Parisada.
(3) Wewenang Mahasabha adalah:
a. Menyempurnakan dan menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
b. Meminta dan menerima/menolak Laporan Pertanggungjawaban Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat;
c. Memilih dan menetapkan Dharma Adhyaksa, Ketua Sabha Walaka, dan Ketua Umum Pengurus Harian;
d. Menetapkan anggota Sabha Pandita, anggota Sabha Walaka, dan Pengurus Harian;
e. Merumuskan dan menetapkan Program Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia; dan
f. Menetapkan keputusan lainnya.
(4) Ketetapan Mahasabha bersifat mengikat seluruh umat Hindu di Indonesia.
(5) Dalam keadaan mendesak dan demi keutuhan Parisada Hindu Dharma Indonesia, dapat diadakan Mahasabha Luar Biasa atas usul sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi.
(6) Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud ayat (5) di atas apabila nyata-nyata terjadi pelanggaran terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga oleh Dharma Adyaksa, dan/atau Ketua Sabha Walaka dan/atau Ketua Umum Pengurus Harian, atau karena Dharma Adyaksa, dan/atau Ketua Sabha Walaka dan/atau Ketua Umum Pengurus Harian kehilangan keanggotaan.
Pasal 32
(1) Pesamuhan Agung diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Wewenang Pesamuhan Agung adalah:
a. Menjabarkan ketetapan/keputusan Mahasabha dan Bhisama menjadi Program Kerja;
b. Menerima informasi pelaksanaan Program Kerja Pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat dan Provinsi;
c. Menerima laporan dan mengesahkan Penggantian Antar Waktu (PAW) anggota Sabha Pandita, anggota Sabha Walaka dan Pengurus Harian;
d. Menyiapkan usulan untuk dijadikan materi bahasan dalam Mahasabha; dan
e. Menetapkan keputusan lainnya.
Pasal 33
(1) Pesamuhan Sabha Pandita diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Wewenang Pesamuhan Sabha Pandita adalah:
a. Menetapkan Bhisama; dan
b. Menetapkan keputusan lainnya terkait hal-hal keagamaan.
(3) Rapat Sabha Pandita diadakan sekuang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 34
(1) Pesamuan Sabha Walaka diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Wewenang Pesamuhan Sabha Walaka adalah:
a. Menyusun dan menyiapkan bahan-bahan yang akan dibahas oleh Sabha Pandita; dan
b. Memberi pandangan dan pertimbangan kepada Pengurus Harian.
(3) Rapat Sabha Walaka diadakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 35
(1) Rapat Koordinasi Nasional Pengurus Harian diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Wewenang Rapat Koordinasi Nasional Pengurus Harian adalah:
a. Melakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan Program Kerja Parisada Hindu Dharma Indonesia;
b. Membahas dinamika perkembangan keumatan dan kemasyarakatan di skala nasional dan daerah; dan
c. Merumuskan keputusan yang bersifat operasional guna menindaklanjuti kebijakan Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Pasal 36
(1) Rapat Pleno Pengurus Harian diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.
(2) Wewenang Rapat Pleno Pengurus Harian adalah:
a. Melakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan Program Kerja Parisada Hindu Dharma Indonesia; dan
b. Merumuskan keputusan yang bersifat operasional guna menindaklanjuti kebijakan Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Pasal 37
(1) Lokasabha Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota, diselenggarakan 1 (satu) kali dalam (5) lima tahun.
(2) Lokasabha dilakukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan dari berakhirnya masa bhakti kepengurusan Parisada.
(3) Wewenang Lokasabha adalah:
a. Meminta dan menerima/menolak Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota;
b. Memilih dan menetapkan Ketua Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota;
c. Memilih dan menetapkan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota;
d. Menetapkan Program Kerja Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota berdasarkan Program Umum organisasi; dan
e. Menetapkan keputusan lainnya.
(4) Dalam hal masa bhakti pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota telah berakhir dan belum dilaksanakan Lokasabha sampai dengan 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya masa bhakti tersebut, maka pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia satu tingkat di atasnya berwenang untuk mengambil langkah-langkah mengingatkan secara lisan dan tertulis, mendorong, dan/atau memfasilitasi pelaksanaan Lokasabha.
(5) Dalam keadaan mendesak demi keutuhan Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota, dapat diadakan Lokasabha Luar Biasa atas usul sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Parisada Hindu Dharma Indonesia 1 (satu) tingkat di bawahnya.
(7) Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud ayat (5) di atas apabila nyata-nyata terjadi pelanggaran terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga oleh Ketua Pengurus Harian Provinsi/Kabupaten/Kota atau Ketua Pengurus Harian Provinsi/Kabupaten/Kota kehilangan keanggotaan.
Pasal 38
(1) Pesamuhan Madya Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota, diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Wewenang Pesamuhan Madya adalah:
a. Melakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan Program Kerja Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota;
b. Mempersiapkan bahan masukan untuk disampaikan dalam Pesamuhan Agung dan/atau Mahasabha; dan
c. Menetapkan keputusan lainnya.
Pasal 39
(1) Rapat Pleno Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.
(2) Wewenang Rapat Pleno Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah:
a. Melakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan Program Kerja Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota; dan
b. Merumuskan keputusan yang bersifat operasional guna menindaklanjuti kebijakan Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pasal 40
(1) Pesamuhan Alit Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan dan Desa/Kelurahan diselenggarakan 1 (satu) kali dalam (5) lima tahun.
(2) Pesamuan Alit dilakukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan dari berakhirnya masa bhakti kepengurusan Parisada.
(3) Wewenang Pesamuhan Alit adalah:
a. Meminta dan menerima/menolak Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan dan Desa/Kelurahan;
b. Memilih dan menetapkan Ketua Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan dan Desa/Kelurahan;
c. Memilih dan menetapkan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan dan Desa/Kelurahan;
d. Menetapkan Program Kerja Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan dan Desa/Kelurahan; dan
e. Menetapkan Keputusan lainnya.
(4) Dalam keadaan mendesak demi keutuhan Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan, dapat diadakan Pesamuhan Alit Luar Biasa atas usul sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Parisada Hindu Dharma Indonesia Desa/Kelurahan.
(5) Dalam keadaan mendesak demi keutuhan Parisada Hindu Dharma Indonesia Desa/Kelurahan, dapat diadakan Pesamuhan Alit Luar Biasa atas usul sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia Desa/Kelurahan.
(6) Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud ayat (4) dan (5) di atas apabila nyata-nyata terjadi pelanggaran terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga oleh Ketua Pengurus Harian Kecamatan/Desa/Kelurahan atau Ketua Pengurus Harian Kecamatan/Desa/Kelurahan kehilangan keanggotaan.
Pasal 41
(1) Rapat Pleno Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan dan Desa/Kelurahan diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.
(2) Wewenang Rapat Pleno Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan dan Desa/Kelurahan adalah:
a. Melakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan Program Kerja Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan dan Desa/Kelurahan; dan
b. Merumuskan keputusan yang bersifat operasional guna menindaklanjuti kebijakan Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan dan Desa/Kelurahan.
BAB XI
HUBUNGAN ANTAR ORGANISASI
Pasal 42
(1) Parisada Hindu Dharma Indonesia membangun hubungan koordinasi dan harmonisasi dengan semua organisasi, forum, lembaga, badan, yayasan, atau perkumpulan yang berdasarkan Hindu Dharma Indonesia.
(2) Dalam rangka membangun hubungan koordinasi dan harmonisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Parisada Hindu Dharma Indonesia dapat mengadakan pertemuan berkala.
Pasal 43
Parisada Hindu Dharma Indonesia dapat mengembangkan hubungan dan kerjasama secara bebas dan aktif dengan organisasi/lembaga lain, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional.
BAB XII
ATRIBUT
Pasal 44
Parisada Hindu Dharma Indonesia memiliki atribut, yaitu:
a. Lambang;
b. Pataka;
c. Mars; dan
d. Hymne.
Pasal 45
(1) Lambang Parisada Hindu Dharma Indonesia dalam visualisasinya menggambarkan nilai estetika yang merupakan perpaduan serasi antara unsur kepribadian nasional dan nilai-nilai ajaran suci Weda.
(2) Lambang Parisada Hindu Dharma Indonesia dipergunakan sebagai identitas resmi, baik dalam bentuk Pataka, kepala surat, stempel, maupun dalam hal-hal lain yang mempunyai relevansi dengan kegiatan Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Pasal 46
(1) Pataka wajib ditempatkan di sebelah kanan berdampingan dengan Bendera Merah Putih di setiap Kantor Parisada Hindu Dharma Indonesia, pada saat Sabha dan kegiatan Parisada Hindu Dharma Indonesia.
(2) Bentuk dan ukuran Pataka diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 47
Mars dan hymne Parisada Hindu Dharma Indonesia wajib dinyanyikan dalam setiap acara resmi Parisada Hindu Dharma Indonesia.
BAB XIII
HARTA
Pasal 48
(1) Harta Parisada Hindu Dharma Indonesia dapat berupa:
a. Dana;
b. Barang bergerak; dan
c. Barang tak bergerak.
(2) Harta Parisada Hindu Dharma Indonesia diperoleh dari:
a. Dana punia umat;
b. Bantuan atau sumbangan dari perseorangan, lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang tidak mengikat; dan
c. Usaha lain yang tidak bertentangan dengan dharma dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam menghimpun dana, Parisada Hindu Dharma Indonesia wajib membentuk lembaga/badan yang bergerak di bidang sosial ekonomi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Harta Parisada Hindu Dharma Indonesia wajib diadministrasikan dengan baik dan tertib.
(5) Laporan Keuangan Parisada Hindu Dharma Indonesia wajib disusun setiap tahun dan diaudit oleh Akuntan Publik.
(6) Parisada Hindu Dharma Indonesia wajib menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai dengan jenjang kepengurusan sebagai berikut:
a. Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat melaporkan dalam Pesamuhan Agung dan dipertanggungjawabkan dalam Mahasabha;
b. Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota melaporkan dalam Pesamuhan Madya dan dipertanggungjawabkan dalam Lokasabha; dan
c. Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan atau Desa/Kelurahan melaporkan dan dipertanggungjawabkan dalam Pesamuhan Alit.
BAB XIV
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 49
(1) Anggaran Dasar ini hanya dapat diubah melalui Mahasabha.
(2) Keputusan untuk mengubah Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diambil bila Mahasabha dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi.
(3) Keputusan atas perubahan Anggaran Dasar adalah sah bila disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah peserta yang hadir dalam Mahasabha.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 50
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar, diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 51
Anggaran Dasar ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 30 Oktober 2021
MAHASABHA XII
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
PIMPINAN SIDANG
KETUA SEKRETARIS
Dr. I Ketut Sudiartha, M.Pd.H. Dr. Drs. I Wayan Catrayasa, M.M.
WAKIL KETUA WAKIL KETUA
Ir. Ketut Pasek, M.B.A. Ir. I Nyoman Sumarya
ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA
I Made Subamia ANGGOTA Wiyarta, S.Hut., M.Si. Ida Made Santi Adnya, S.H., M.H.
===========
ANGGARAN RUMAH TANGGA
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
BAB I
ATRIBUT
Pasal 1
(1) Lambang Parisada Hindu Dharma Indonesia divisualisasikan sebagai berikut:
(2) Lambang Parisada Hindu Dharma Indonesia memiliki makna simbolik mengacu kepada visi, misi, dan nilai-nilai Parisada Hindu Dharma Indonesia yang mencerminkan jiwa dan semangat keagamaan Hindu.
(3) Makna Lambang Parisada Hindu Dharma Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Tiga bulatan: Merah-Putih-Hitam merupakan lambang Tri Kona sebagai simbol Utpathi, Sthiti, Pralina (penciptaan, pemeliharaan, peleburan) dalam konteks kehidupan umat Hindu;
b. Swastika Putih yang muncul dari bulatan merah sebagai simbol penciptaan dan pemutaran roda kehidupan sesuai hukum suci (Rta);
c. Teratai Putih dan Biru sejumlah 33 (tiga puluh tiga) kelopak bunga sebagai symbol 33 (tiga puluh tiga) Dewa penjaga Tri Bhuwana (kosmos):
i. Teratai Putih pada bulatan Merah dengan 11 (sebelas) kelopak bunga: melambangkan 11 (sebelas) Dewa Swah Loka;
ii. Teratai Biru pada bulatan Putih dengan 22 (dua puluh dua) kelopak bunga: melambangkan 22 (dua puluh dua) Dewa Bhuwah Loka dan Bhur Loka.
d. Bulatan Hitam di luar lingkaran Putih (teratai) berisi:
i. Tulisan “PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA” bermakna bahwa berdasarkan kekuatan spiritual, moral dan etik, Parisada Hindu Dharma Indonesia melaksanakan swadharma mengayomi seluruh umat Hindu Indonesia;
ii. Lima buah bintang bersudut lima dalam aspek Dharma Agama menggambarkan Panca Sraddha dan dalam aspek Dharma Negara menggambarkan Pancasila.
e. Pancaran Sinar Kuning Emas berbentuk Padma Astadala sebagai simbol wujud pencapaian kesadaran sradha dan bhakti umat Hindu.
Pasal 2
(1) Pataka Parisada Hindu Dharma Indonesia adalah Lambang Parisada Hindu Dharma Indonesia yang digambar/dibordir di tengah kain putih dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ukuran kain putih adalah 110 cm x 170 cm;
b. Ukuran diameter lambang Parisada Hindu Dharma Indonesia yang digambar/dibordir di tengah kain putih adalah 70 cm; dan
c. Visualisasi Pataka Parisada Hindu Dharma Indonesia adalah sebagai berikut:
(2) Dalam acara resmi, Pataka Parisada Hindu Dharma Indonesia ditempatkan di sebelah kiri dan bendera Merah Putih di sebelah kanan.
Pasal 3
Mars dan Hymne Parisada Hindu Dharma Indonesia ditetapkan dalam Peraturan Organisasi.
BAB II
KEGIATAN
Pasal 4
Untuk mencapai sasaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 Anggaran Dasar, Parisada Hindu Dharma Indonesia melakukan kegiatan:
a. Sad Dharma yang meliputi: Dharmawacana, Dharmatula, Dharmasanti, Dharmagita, Dharmayatra, dan Dharmasadhana;
b. Menyelenggarakan Pendidikan formal dan non-formal;
c. Memberdayakan ekonomi umat menuju Lokasamgraha (kesejahteraan bersama);
d. Memberdayakan lembaga keagamaan dan menjalin kemitraan dengan lembaga adat sebagai pusat pembinaan kegiatan tradisi keagamaan dan seni budaya nusantara;
e. Menjalin kerjasama guna memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa;
f. Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam huruf (e) adalah:
i. Interen umat beragama dan kelompok adat (kearifan lokal) yang ada di Indonesia;
ii. Antar umat beragama; dan
iii. Instansi Pemerintah.
g. Mengembangkan hubungan kerjasama dengan Organisasi-Organisasi Hindu Internasional; dan
h. Menyelenggarakan bhakti sosial dalam bentuk aksi bersama.
BAB III
SYARAT-SYARAT PENGURUS PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
Pasal 5
Syarat-syarat untuk menjadi anggota Sabha Pandita dan Paruman Pandita:
a. Warga Negara Indonesia;
b. Telah melalui proses diksa/dwijati sebagai Pandita dalam komunitasnya dan disetujui oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (memiliki Surat Lokapalasraya);
c. Berusia minimal 45 (empat puluh lima) tahun dan telah menjadi Pandita selama minimal 3 (tiga) tahun;
d. Suami-istri, Laki-laki/Perempuan beragama Hindu;
e. Sehat jasmani dan rohani;
f. Memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran suci Weda;
g. Memiliki spiritualitas, kompetensi, kapasitas, integritas, dan moralitas;
h. Memiliki jiwa dan semangat pengabdian;
i. Tidak pernah dihukum pidana berdasarkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap lebih dari 2 (dua) tahun; dan
j. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Pasal 6
Syarat-syarat untuk menjadi anggota Sabha Walaka dan Paruman Walaka:
a. Warga Negara Indonesia;
b. Masih berstatus walaka;
c. Suami dan istri beragama Hindu;
d. Berusia minimal 45 (empat puluh lima) tahun;
e. Sehat jasmani dan rohani;
f. Memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran suci Weda;
g. Memiliki intelektualitas, kapasitas, kompetensi, profesionalitas, integritas, dan moralitas;
h. Memiliki jiwa dan semangat pengabdian;
i. Tidak pernah dihukum pidana berdasarkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap lebih dari 2 (dua) tahun; dan
j. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Pasal 7
Syarat-syarat untuk menjadi Pengurus Harian Pusat dan Pengurus Harian Daerah:
a. Warga Negara Indonesia;
b. Masih berstatus walaka;
c. Suami dan istri beragama Hindu;
d. Sehat jasmani dan rohani;
e. Memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran suci Weda;
f. Memiliki profesionalitas, kompetensi, kapasitas, integritas, dan moralitas;
g. Memiliki jiwa dan semangat pengabdian;
h. Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum berdomisili di wilayah sekitar Ibukota Negara;
i. Ketua, Sekretaris, dan Bendahara Pengurus Harian Daerah berdomisili di wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota yang bersangkutan;
j. Pengurus Harian Kecamatan dan Desa/Kelurahan berdomisili di wilayah Kecamatan dan Desa/Kelurahan yang bersangkutan;
k. Tidak pernah dihukum pidana berdasarkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap lebih dari 2 (dua) tahun; dan
l. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
BAB IV
MASA BHAKTI DAN TATA KERJA
PENGURUS PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT
Pasal 8
(1) Dharma Adhyaksa dan Anggota Sabha Pandita diangkat dan ditetapkan dalam Mahasabha untuk masa bhakti 5 (lima) tahun.
(2) Dharma Adhyaksa memegang jabatan selama 1 (satu) masa bhakti, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa bhakti.
(3) Sabha Pandita berjumlah 33 (tiga puluh tiga) orang dengan mempertimbangkan kebhinnekaan.
(4) Pemilihan Dharma Adhyaksa dan Anggota Sabha Pandita diatur melalui mekanisme pemilihan dalam Mahasabha.
(5) Dalam melaksanakan tugasnya, Dharma Adhyaksa dibantu oleh beberapa Wakil Dharma Adhyaksa yang dipilih dari dan oleh Anggota Sabha Pandita.
(6) Tata Kerja Sabha Pandita dijabarkan dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 9
(1) Ketua Sabha Walaka diangkat dan ditetapkan dalam Mahasabha untuk masa bhakti 5 (lima) tahun.
(2) Ketua Sabha Walaka memegang jabatan selama 1 (satu) masa bhakti, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) masa bhakti.
(3) Anggota Sabha Walaka berjumlah 55 (lima puluh lima) orang yang memiliki keahlian pada bidang tertentu.
(4) Pemilihan Anggota Sabha Walaka diatur melalui mekanisme pemilihan dalam Mahasabha.
(5) Sabha Walaka dipimpin oleh seorang Ketua dan seorang Sekretaris, dibantu oleh 8 (delapan) orang Wakil Ketua dan 8 (delapan) orang Wakil Sekretaris yang sekaligus menjadi Pimpinan Bidang.
(6) Bidang-bidang dalam Sabha Walaka terdiri atas:
a. Bidang Keagamaan dan Spiritualitas;
b. Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan;
c. Bidang Acara Keagamaan;
d. Bidang Pendidikan;
e. Bidang Etika Keagaman dan Pengembangan Wawasan Multikultural;
f. Bidang Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia;
g. Bidang Ideologi dan Kesatuan Bangsa; dan
h. Bidang Organisasi, Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(7) Tata Kerja Sabha Walaka dijabarkan dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 10
(1) Ketua Umum dan Pengurus Harian lainnya diangkat dan ditetapkan dalam Mahasabha untuk masa bhakti 5 (lima) tahun.
(2) Ketua Umum Pengurus Harian memegang jabatan selama 1 (satu) masa bhakti, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa bhakti.
(3) Ketua Umum dibantu oleh seorang Sekretaris Umum, seorang Bendahara Umum, 14 (empat belas) orang Ketua Bidang, 14 (empat belas) orang Sekretaris, dan 2 (dua) orang Bendahara.
(4) Bidang-bidang pada Pengurus Harian Pusat adalah sebagai berikut:
a. Bidang Organisasi;
b. Bidang Keagamaan dan Spiritualitas;
c. Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan;
d. Bidang Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia;
e. Bidang Kebudayaan dan Kearifan Lokal;
f. Bidang Kesehatan dan Sosial Kemanusiaan;
g. Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam;
h. Bidang Pemberdayaan Perempuan, Pemuda, dan Perlindungan Anak;
i. Bidang Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan;
j. Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Komunikasi Publik;
k. Bidang Hubungan Internasional;
l. Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM);
m. Bidang Ideologi dan Kesatuan Bangsa; dan
n. Bidang Sains, Riset, dan Teknologi.
(5) Pemilihan Ketua Umum dan Pengurus Harian diatur melalui mekanisme pemilihan dalam Mahasabha.
(6) Tata Kerja Pengurus Harian dijabarkan dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
BAB V
MASA BHAKTI DAN TATA KERJA
PENGURUS PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA DAERAH
Pasal 11
(1) Jumlah Anggota Paruman Pandita disesuaikan dengan kebutuhan sebanyak-banyaknya 11 (sebelas) orang.
(2) Jumlah Anggota Paruman Walaka disesuaikan dengan kebutuhan sebanyak-banyaknya 11 (sebelas) orang.
Pasal 12
(1) Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota diangkat dan ditetapkan dalam Lokasabha untuk masa bhakti 5 (lima) tahun.
(2) Pengurus Harian dipimpin oleh Ketua.
(3) Ketua Pengurus Harian memegang jabatan selama 1 (satu) masa bhakti, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa bhakti.
(4) Ketua dibantu oleh seorang Sekretaris, seorang Bendahara, beberapa orang Wakil Ketua, beberapa orang Wakil Sekretaris dan beberapa orang Wakil Bendahara.
(5) Pengurus Harian dapat membentuk bidang-bidang yang dibutuhkan dengan berpedoman pada nomenklatur berikut:
a. Bidang Organisasi;
b. Bidang Keagamaan dan Spiritualitas;
c. Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan;
d. Bidang Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia;
e. Bidang Kebudayaan dan Kearifan Lokal;
f. Bidang Kesehatan dan Sosial Kemanusiaan;
g. Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam;
h. Bidang Pemberdayaan Perempuan, Pemuda, dan Perlindungan Anak;
i. Bidang Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan;
j. Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Komunikasi Publik;
k. Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM);
l. Bidang Ideologi dan Kesatuan Bangsa; dan
m. Bidang Sains, Riset, dan Teknologi.
(6) Pemilihan Ketua dan penyusunan Pengurus Harian diatur melalui mekanisme pemilihan dalam Lokasabha.
(7) Tata Kerja Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota dijabarkan dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 13
(1) Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan atau Desa/Kelurahan diangkat dan ditetapkan dalam Pesamuhan Alit untuk masa bhakti 5 (lima) tahun.
(2) Pengurus Harian dipimpin oleh Ketua.
(3) Ketua Pengurus Harian memegang jabatan selama 1 (satu) masa bhakti, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa bhakti.
(4) Ketua dibantu oleh seorang Sekretaris, seorang Bendahara, beberapa orang Wakil Ketua, beberapa orang Wakil Sekretaris dan beberapa orang Wakil Bendahara.
(5) Pemilihan Ketua dan penyusunan Pengurus Harian diatur melalui mekanisme pemilihan dalam Pesamuhan Alit.
BAB VI
HILANGNYA KEANGGOTAAN
PENGURUS PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
Pasal 14
Hilangnya keanggotaan Sabha Pandita, Sabha Walaka, Pengurus Harian Pusat, Pengurus Harian Daerah, Paruman Pandita, dan Paruman Walaka disebabkan karena:
a. Meninggal dunia;
b. Berhalangan tetap;
c. Mengundurkan diri; dan
d. Tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Bab III Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 Anggaran Rumah Tangga.
BAB VII
MAHASABHA
Pasal 15
(1) Mahasabha dinyatakan sah bila dihadiri oleh lebih dari 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi.
(2) Ketetapan/Keputusan Mahasabha dinyatakan sah bila sidang Mahasabha dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari Peserta Mahasabha.
(3) Sebelum terpilih Pimpinan Sidang, Mahasabha dipimpin oleh Pimpinan Sidang Sementara dengan tugasnya hanya membuka sidang paripurna dan memilih Pimpinan Sidang Mahasabha.
Pasal 16
(1) Mahasabha dihadiri oleh Peserta dan Peninjau.
(2) Peserta Mahasabha terdiri atas:
a. Anggota Sabha Pandita;
b. Anggota Sabha Walaka;
c. Pengurus Harian Pusat dan Ketua Badan/Lembaga serta Yayasan yang dibentuk Pengurus Harian Pusat;
d. Utusan Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi;
e. Utusan Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten/Kota;
f. Utusan Organisasi, Lembaga/Badan yang berdasarkan Hindu berskala nasional yang sudah berdiri lebih dari 2 (dua) tahun dan direkomendasikan oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat; dan
g. Utusan Instansi tingkat pusat terkait yang berhubungan dengan pelayanan dan pembinaan Umat Hindu.
(3) Peninjau Mahasabha terdiri atas:
a. Utusan Instansi terkait yang berhubungan dengan pelayanan dan pembinaan Umat Hindu; dan
b. Utusan organisasi, forum, lembaga, badan, dan yayasan berdasarkan Hindu dan direkomendasikan oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat
(4) Jumlah utusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, e, f, g dan ayat (3), ditentukan oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat atas usulan Panitia Mahasabha.
Pasal 17
(1) Peserta Mahasabha memiliki hak:
a. Hak bicara;
b. Hak suara; dan
c. Hak memilih dan hak dipilih.
(2) Peninjau Mahasabha memiliki hak:
a. Hak bicara; dan
b. Hak dipilih.
BAB VIII
PESAMUHAN AGUNG
Pasal 18
(1) Pesamuhan Agung dihadiri oleh:
a. Sabha Pandita;
b. Sabha Walaka;
c. Pengurus Harian Pusat;
d. Utusan Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi;
e. Utusan Organisasi, Lembaga/Badan yang berdasarkan Hindu berskala nasional yang sudah berdiri lebih dari 2 (dua) tahun dan direkomendasikan oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat; dan
f. Utusan Instansi tingkat pusat terkait yang berhubungan dengan pelayanan dan pembinaan Umat Hindu.
(2) Jumlah Utusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, e dan f ditentukan oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat.
BAB IX
LOKASABHA DAN PESAMUHAN MADYA
Pasal 19
(1) Lokasabha dihadiri oleh Peserta dan Peninjau.
(2) Peserta Lokasabha terdiri atas:
a. Paruman Pandita, Paruman Walaka dan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
b. Ketua Badan/Lembaga serta Yayasan yang dibentuk Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi/Kabupaten/Kota;
c. Utusan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia 1 (satu) tingkat di bawahnya;
d. Utusan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia 1 (satu) tingkat di atasnya;
e. Utusan organisasi, forum, lembaga, badan, dan yayasan berdasarkan Hindu yang sudah berdiri lebih dari 2 (dua) tahun dan direkomendasikan oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan; dan
f. Utusan Instansi terkait yang berhubungan dengan pelayanan dan pembinaan Umat Hindu di daerah.
(3) Peninjau Lokasabha adalah pemuka/tokoh masyarakat daerah dan undangan yang direkomendasikan oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(4) Jumlah utusan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c, d, e, f dan ayat (3) ditentukan oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Pasal 20
(1) Peserta Lokasabha memiliki hak:
a. Hak bicara;
b. Hak suara; dan
c. Hak memilih dan hak dipilih.
(2) Peninjau Lokasabha memiliki hak:
a. Hak bicara; dan
b. Hak dipilih.
Pasal 21
(1) Pesamuhan Madya dihadiri oleh:
a. Pengurus Harian, Paruman Pandita, dan Paruman Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
b. Utusan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia 1 (satu) tingkat di bawahnya;
c. Utusan organisasi, forum, lembaga, badan, dan yayasan berdasarkan Hindu yang sudah berdiri lebih dari 2 (dua) tahun dan direkomendasikan oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan; dan
d. Utusan Instansi terkait yang berhubungan dengan pelayanan dan pembinaan Umat Hindu di daerah.
(2) Jumlah utusan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, c, dan d ditentukan oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
BAB X
PESAMUHAN ALIT
Pasal 22
(1) Pesamuhan Alit dihadiri oleh:
a. Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan atau Desa/Kelurahan yang bersangkutan;
b. Utusan Pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia 1 (satu) tingkat di bawahnya, khusus untuk Pesamuhan Alit Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan; dan
c. Utusan organisasi, forum, lembaga, badan, dan yayasan berdasarkan Hindu yang sudah berdiri lebih dari 2 (dua) tahun dan direkomendasikan oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan atau Desa/Kelurahan yang bersangkutan.
(2) Jumlah utusan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dan c ditentukan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan atau Desa/Kelurahan yang bersangkutan.
BAB XI
TATA URUTAN PERATURAN
Pasal 23
Tata Urutan Peraturan Parisada Hindu Dharma Indonesia adalah:
a. Ketetapan Mahasabha;
b. Bhisama;
c. Keputusan Pesamuhan Agung;
d. Peraturan Organisasi;
e. Keputusan Sabha Pandita;
f. Keputusan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat;
g. Ketetapan Lokasabha Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi;
h. Keputusan Pesamuhan Madya Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi;
i. Keputusan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi;
j. Ketetapan Lokasabha Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten/Kota;
k. Keputusan Pesamuhan Madya Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten/Kota;
l. Keputusan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten/Kota;
m. Keputusan Pesamuhan Alit Kecamatan;
n. Keputusan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan;
o. Keputusan Pesamuhan Alit Desa/Kelurahan; dan
p. Keputusan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Desa/Kelurahan.
BAB XII
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 24
(1) Setiap Ketetapan/Keputusan yang diambil dalam Sabha sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Anggaran Dasar diupayakan dicapai dengan cara musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal cara yang dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai maka dilakukan dengan pemungutan suara.
BAB XIII
LEMBAGA/BADAN/YAYASAN
Pasal 25
(1) Dalam melaksanaan Tugas Pokoknya, Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia dapat membentuk Lembaga/Badan/Yayasan sesuai dengan kebutuhan.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian serta Tata Kerja Pengurus Lembaga/Badan/Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia menurut tingkatannya dan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Lembaga/Badan/Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia menurut tingkatannya.
(4) Pembentukan, pelaksanaan, dan manfaat dari kegiatan Lembaga/Badan/Yayasan yang dibentuk oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, dilaporkan dalam Pesamuhan Agung dan dipertanggungjawabkan dalam Mahasabha.
(5) Pembentukan, pelaksanaan, dan manfaat dari kegiatan Lembaga/Badan/Yayasan yang dibentuk oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota, dilaporkan dalam Pesamuhan Madya dan dipertanggungjawabkan dalam Lokasabha.
(6) Pembentukan, pelaksanaan, dan manfaat dari kegiatan Lembaga/Badan/Yayasan yang dibentuk oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan atau Desa/Kelurahan, dilaporkan dan dipertanggungjawabkan dalam Pesamuhan Alit.
BAB XIV
SEKRETARIAT PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
Pasal 26
(1) Dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya, Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat membentuk kesekretariatan yang dipimpin oleh seorang Kepala Sekretariat yang diangkat dan diberhentikan oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat.
(2) Sekretariat Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
(3) Struktur Organisasi dan Personalia Sekretariat Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat ditetapkan dengan Keputusan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat.
Pasal 27
(1) Dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya, Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota membentuk kesekretariatan yang dipimpin oleh seorang Kepala Sekretariat yang diangkat dan diberhentikan oleh Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota.
(2) Sekretariat Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota berkedudukan di wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(3) Struktur Organisasi dan Personalia Sekretariat Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Keputusan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
BAB XV
PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 28
(1) Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah melalui Mahasabha.
(2) Keputusan untuk mengubah Anggaran Rumah Tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diambil bila Mahasabha dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi.
(3) Keputusan atas perubahan Anggaran Rumah Tangga adalah sah bila disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah peserta yang hadir dalam Mahasabha.
BAB XVI
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 29
Ketentuan yang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar Parisada Hindu Dharma Indonesia.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Hal-hal yang belum diatur di dalam Anggaran Rumah Tangga, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Organisasi.
Pasal 31
Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 30 Oktober 2021
MAHASABHA XII
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
PIMPINAN SIDANG
KETUA SEKRETARIS
Dr. I Ketut Sudiartha, M.Pd.H. Dr. Drs. I Wayan Catrayasa, M.M.
WAKIL KETUA WAKIL KETUA
Ir. Ketut Pasek, M.B.A. Ir. I Nyoman Sumarya
ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA
I Made Subamia ANGGOTA Wiyarta, S.Hut., M.Si. Ida Made Santi Adnya, S.H., M.H.
KETETAPAN MAHASABHA XII PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA NOMOR: II/TAP/MAHASABHA XII/2021 (Selengkapnya)
(Sumber: PHDI Pusat)
Tidak ada komentar